Di dapur itu ,
nyanyian nostalgia terdengar merdu
Selendang tua
beradu dengan tungku batu
Helai demi helai
uban di kepala cerminkan lawas sudah arungi waktu
Telah sekian
lama duduk meniup abu_nafas tak sekuat dulu
Ah…mata itu,
ter-relakan berlinang hanya sebab sang anak tak mampu tersenyum sebelum pejam
Tangan yang tak
pernah tua, walau waktu begitu tajam
Di balik keriput
kulitnya, tulang-tulang tak lagi segan
tunjukkan memori keperkasaan
Terkadang batuk
mengiringi lantunan nyanyi-nya, menundukdiamkan
Api semakin
dewasa, tiupan lembut telah purna
Membuat dapur
itu merasa hangat dan menandakan usai tugasnya yang tak lagi belia
Nampak langkah
bergegas berkejaran dengan senja
Menuju tempat
istimewa yang penuh kan kamboja
Ya… waktu paling
dinanti setelah terjaga
Menabur bunga
dan panjatkan doa
Di depan rumah
baru suaminya yang mati setahun kemarin
Sampai senja
menjadi kelam, ia pulang dan menanti esok di sini lagi
(Azwar A., 10 April
2013)