Selasa, 10 November 2015

SURAT UNTUK KEKASIH



Untukmu, Kekasihku

Kutulis surat ini seusai ku sembahyang pagi
Seusai ku mengeluh pada Tempat Yang Terpantas
Yang Tempat itu pasti mendengarku
Walau dengan desah tangis mengiringi rintik hujan tadi
Hujan bagai melodi dari nyanyian senduku

Kekasihku
Entah kabut apa yang membalut rasaku
Terasa dingin bagai badai salju menghujam
Sejak ku punya rasa ini, aku membeku
Lalu meleleh bersama air mata yang pekat
Lalu beku lagi, seakan ruh telah pergi

Duhai Kekasih
Perasaan apa ini?
Aku menjadi raja durjana
Tak sampai tuk aku tanyakan padamu
Aku hanya mencoba tersenyum saat dihadapmu
Sungguh tak sampai tuk aku tanyakan padamu

Kekasihku
Tak kuasa aku memandang bola matamu
Tatapan yang tak biasa kau taruh padaku
Ada kah yang tersembunyi di balik tatapanmu?
Yang mungkin saja aku tak perlu tahu
Biarkan aku beku dan menikmati tangis-tangisku

Kekasih
Kau tahu aku bukan pujangga impian
Aku hanya penyair jalanan
Namun sudikah kau baca suratku ini?
Hingga ku tunggu kau sampaikan itu
Rahasia yang aku sangkakan padamu

Dariku, yang mencintaimu.

(Jalan Syair, 11 November 2015)