Untukmu, Kekasihku
Kutulis
surat ini seusai ku sembahyang pagi
Seusai ku
mengeluh pada Tempat Yang Terpantas
Yang Tempat
itu pasti mendengarku
Walau dengan
desah tangis mengiringi rintik hujan tadi
Hujan bagai melodi dari nyanyian senduku
Kekasihku
Entah kabut
apa yang membalut rasaku
Terasa
dingin bagai badai salju menghujam
Sejak ku punya
rasa ini, aku membeku
Lalu meleleh
bersama air mata yang pekat
Lalu beku
lagi, seakan ruh telah pergi
Duhai Kekasih
Perasaan apa
ini?
Aku menjadi
raja durjana
Tak sampai tuk
aku tanyakan padamu
Aku hanya
mencoba tersenyum saat dihadapmu
Sungguh tak sampai
tuk aku tanyakan padamu
Kekasihku
Tak kuasa
aku memandang bola matamu
Tatapan yang
tak biasa kau taruh padaku
Ada kah yang
tersembunyi di balik tatapanmu?
Yang mungkin
saja aku tak perlu tahu
Biarkan aku
beku dan menikmati tangis-tangisku
Kekasih
Kau tahu aku
bukan pujangga impian
Aku hanya
penyair jalanan
Namun
sudikah kau baca suratku ini?
Hingga ku tunggu
kau sampaikan itu
Rahasia yang
aku sangkakan padamu
Dariku, yang
mencintaimu.
(Jalan Syair, 11 November 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar