Senin, 26 Juli 2010

Puisi: Kebebasan Dalam Cengkraman

















Jika seumur orang mungkin aku telah rapuh
Enam puluh satu, setengah abad sebelas tahun
Selama ini aku keluar dari cangkang kegelapan
Kemeranaan juga nista sang asing
Yang singgah tanpa ucap salam,yang makan tanpa bertamu

Hari ini aku bebas!
Sama seperti hari di tahun kemarin
Sama seperti dulu
Siklus selalu siklus, menggelinding tak terarah
Sayang selalu celaka mengambil alih roda putar
Di atas dan di bawah sama saja
Sayang, sayang, sayang, sayang tidak ada yang lain

Ini, tulang dan darah bagi mereka yang bisu
Bisu dengan kebenaran_Tuhan ajarkan
Ini, tulang dan darah bagi mereka yang bicara
Bicara dengan dusta di atas kebenaran

Lalu..?

Entahlah Selamanya aku mungkin selalu seperti ini
Teradzab dalam kebebasan

(Azwar Anas, 17 Agustus 2008)

Senin, 19 Juli 2010

Puisi: Biar Aku Bersyair















Biar aku bersyair
Diam dalam cawan kosong

Menggelora bila bersuara
Senapan para tentara berperang
Haus kan darah sang lawan

Biar aku bersyair
Berlayar dalam ego

Gadis malam mengajarkan
Perempuan suci menunjukkan
Mata membuta, mulut terbisu
Namun tinta menjadi darahku
Mengalir penuhi degup jantungku

(Azwar Anas, 17 Juni 2010)

My Book Collection: Magdalena (Novel)


SINOPSIS BUKU - Novel Magdalena berkisah tentang cinta, kesetiaan dan kehidupan duniawi. Magdalena, gadis desa yang lugu dan polos, berharap menemukan cinta sejati. Tetapi kemudian pikirannya berubah, ia beranggapan cinta saja tak cukup. Bahkan dengan harta, cinta bisa didapatkan. Sebagai gadis desa yang lugu ia terlambat menyadari bahwa harta bisa habis tak bersisa.

Barulah kemudian ia menyadari, dengan cinta maka harta dan popularitas bisa dikejar dan didapatkan. Ia sadar keputusannya dulu salah, karena dengan harta, cinta tak akan bisa didapatkan. Ia berusaha kembali pada dirinya sendiri, kembali pada masa lalu cintanya. Namun waktu tak pernah berjalan mundur. Ia menjadi lebih terhina ketika seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh lelaki yang pernah ia cintai namun kemudian ia tinggalkan.

Magdalena berjalan dengan derita, mencari cinta. Meski sang kekasih ada di sampingnya, namun ia tak bisa memiliki.

Mustafa Lutfi al-Manfaluthi

Jumat, 16 Juli 2010

My Book Collection: Kepada Cium


SINOPSIS BUKU - Kepada Cium Buku ini berisi 33 puisi Joko Pinurbo yang ditulisnya sepanjang tahun 2005-2006. Melalui peristiwa-peristiwa yang tampak kecil dan sederhana, imajinasinya yang liar dan lembut mengajak kita mengembara, menyelami relung-relung sunyi dalam hubungan manusia dengan dunia di dalam dirinya. Cara berpuisinya yang unik sering membawa kita ke batas yang kabur antara yang getir dan yang jenaka.

Kepada Cium

Seperti anak rusa menemukan sarang air
di celah batu karang tersembunyi,
seperti gelandangan kecil menenggak sebotol mimpi di bawah rindang matahari,
malam ini aku mau minum di bibirmu.

Seperti mulut kata mendapatkan susu sepi
yang masih hangat dan murni,
seperti lidah doa membersihkan sisa nyeri pada luka lambung yang tak terobati.

Joko Pinurbo, 2006

***

Jokpin adalah penyair Indonesia kontemporer yang terkemuka. Penerima anugerah Sih Award 2001 dan pemenang Khatulistiwa Literary Award 2004. Bisa dibilang, masa depan puisi Indonesia terletak pada tangannya. Kumpulan sajak Jokpin telah diterjemahkan ke bahasa Inggris, Jerman, dan Belanda.

Sumber: www.bukukita.com

Puisi: Sajak Pecandu Kasih




















Wajah itu sunyi tapi berapi
Wajah itu sayu tapi penuh mimpi
Wajah itu beku tapi menyinari
Wajah itu...dari langit untuk rindu ini

Pada kaki yang terluka, tetap berjalan susuri bara api
Pada gelapnya kerudung, setia selimuti mahkota rahasia
Pada air mata yang berderai, biar mengalir siram padam amarah
Pada nama yang indah, tetap mancandu misteri ini

Mengalir
Tunggu dan lihat
Apa yang akan terjadi
Basahi bibir yang terlampau kering
Atau biarkan bibir terkikis penantian

Kupu-kupu biru terbang tinggal kenangan
Seruni layu di kebun ini tersisa daunnya yang mengering
Hampa sebelum terisi
Terisi penantian
Akhiri perjalanan tanpa separuh nyawa

(Azwar Anas, 14 Juli 2010)

Rabu, 14 Juli 2010

Puisi: Hingga Habis Waktuku


Setiap butir waktuku
Semakin penuhi ketakjubanku pada dirimu

Hingga habis waktuku
Hanya memilikiku jalan hidupku

(Azwar Anas, 2 Juli 2010)

Minggu, 11 Juli 2010

Tokoh: Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal, seorang penyair, pujangga dan filsuf besar abad ke-20, lahir di Sialkot, Punjab, India, 9 November 1887 – meninggal di Lahore, 21 April 1938 pada umur 60 tahun.

Iqbal merupakan seorang pemikir, pujangga, pembaharu Islam, Iqbal yang bukan saja berpengaruh di negerinya Pakistan tapi juga di Indonesia sendiri. Di dalam kehidupannya Iqbal berusaha secara serius terhadap perumusan dan pemikiran kembali tentang Islam. Meskipun Iqbal tidak diberi umur panjang tapi lewat tarian penanyalah yang menghempaskan bangunan unionist dan meratakan jalan untuk berdirinya Pakistan, memang pena lebih tajam dari pada pedang. Dia mengkritik sebab kemunduran Islam kerena kurang kreatifnya umat Islam, konkritnya bahwa pintu Ijtihad telah ditutup. Sehingga umat Islam hanya bisa puas dengan keadaan yang sekarang didalam kejumudan.

Karya Muhammad Iqbal...

Rahasia Keibuan Sejati

keibuan adalah rahmat yang bertaut erat dengan nubuwah
dan sifat ihsannya sifat nabi.

kerana para ibu membentuk jalan yang bakal dilalui lelaki
dengan rahmat keibuan lebih matanglah peribadi bangsa-bangsa
garis kerut di alis para ibu menentukan tingkat kita dalam hidup ini.

dia yang kerananya Allah berfirman: "Jadilah kehidupan"
Nabi isytiharkan ; "syurga di bawah tapak kaki para ibu"
di dalam memuliakan rahim
kehidupan umat menjadi sejahtera
kalau tidak
kehidupan menjadi mentah dan kehaiwanan

ambillah tamsil mana-mana wanita di desa
yang jahil, lontok, gemuk, tak jelita, tak halus budi bahasanya,
buta huruf, rabun mata, selamba, bisu,
kesakitan menjadi ibu telah meluluh hatinya
lipatan muram memilukan telah melengkong di bawah kelopak matanya.

andaikata dari dadanya
umat ini menerima si muslim yang ghairah terhadap agama,
hamba Allah yang setia,
segala kesakitan yang ditanggungnya
telah membentangkan wujud kita,
dan fajar kita menyingsing cemerlang dalam kemilau senjakalanya.
Ambillah pula: tubuh yang lampai,
berdada pipih,
kuntum yang belum digugurkan hembusan bayu bernafsu,
bunga-bunga tulip ini berkembang daripada kediaman keibuan yang subur.
kekayaan sesuatu kaum,
hanya saudara yang didiaman,
tidaklah terletak pada linen halus,
atau timbunan emas perak dalam khazanah;
kekayaan ialah putera-puteranya,
yang bersih anggota dan kuat tubuhnya, luas fikirannya,
berjihadlah ke arah usaha mulia,
para ibu memelihara tanda ukhuwah,
kekuatan alkitab dan umat.

wahai dikau yang kelubungnya menjadi hijab,
memelihara kekuatan kami,
suatu rahmat bagi kami,
kekuatan agama kami, asas umat kami,
bibir puteri kami menerima susu dari dadamu
sejak mulanya belajar menyebut: "La ila ha Lillah"
cintamulah yang mencorakkan pemikiran kami,
kata-kata kami,
amalan kami.
panahan kilat yang berada dalam awanmu,
berkemilau di gunung menyapu tanah pamah.

wahai pemelihara nikmat syariat Allah,
kau yang dari nafasnya agama Allah memperolehi api,
pesolek dan pintarnya zaman ini,
kafilahnya perompak perintang jalan lengkap bersenjata,
untuk merampas dan memusnahkan harta kekayaan agama.
butalah hatinya yang tiada langsung mengenal Allah.
hinalah mereka yang menjadi tawanan rantainya yang membelit;
lancang matanya lagi nekad, tangkas meregut kuku-kuku pencengkamannya.
buruannya yang malang mengatakan dirinya merdeka,
mangsanya menyombong bahawa ia hidup!
peliharalah kesucian ibu negeri umat ini!
usahalah memperhitungkan laba rugi,
berpadalah dengan melalui jalan yang telah lama direntas
bapak-bapak kita melaluinya di zaman silam.
waspadalah terhadap kerosakan-kerosakan zaman,
himpunlah anak-anakmu erat ke dadamu nan bidang,
anak-anak burung pada rumput ini belum tumbuh bulu untuk terbang,
telah jatuh jauh dari sangkarnya yang hangat nyaman.

tinggi, tinggi, keinginan yang bergelut dengan dirimu!.......
tauladan sempurna, Fatimah 'Affifah itu,
meskipun sekalian makhluk mentaati suruhannya
namun ia menenggelamkan iradatnya dalam keredhaan suaminya yang soleh.
terdidik tabah dan rendah hati,
sedang bibirnya mentilawah kitab suci,
ia memutar kisaran gandum rumahnya.
insaflah sentiasa akan tauladanmu, Fatimah
akan dahanmu akan membuahkan Hussin yang baru.
tamansari kita berkembang mekar dengan zaman kencana.

(Saduran dari Ramuzi Bahudi)

Sumber:

- http://id.wikipedia.org

- http://lamanpuisi-rs.blogspot.com

Kamis, 01 Juli 2010

Tokoh: Taufik Ismail

Penyair penerima Anugerah Seni Pemerintah RI (1970) yang menulis Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999), ini lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935. Pendiri majalah sastra Horison (1966) dan Dewan Kesenian Jakarta (1968) ini berobsesi mengantarkan sastra ke sekolah-sekolah menengah dan perguruan tinggi.

Taufiq Ismail, lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia, Bogor (1963, sekarang Institut Pertanian Bogor. Selain telah menerima Anugerah Seni Pemerintah RI juga menerima American Field Service International Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Amerika Serikat (1956-57).

Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Inggris, Jepang, Jerman, dan Perancis. Buku kumpulan puisinya yang telah diterbitkan, antara lain: Manifestasi (1963; bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya, et.al.), Benteng (1966; mengantarnya memperoleh Hadiah Seni 1970), Tirani (1966), Puisi-puisi Sepi (1971), Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971), Buku Tamu Museum Perjuangan (1972), Sajak Ladang Jagung (1973), Puisi-puisi Langit (1990), Tirani dan Benteng (1993), dan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999).

Selain itu, bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad, Taufiq menerjemahkan karya penting Muhammad Iqbal, Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam. Sedangkan bersama D.S. Moeljanto, salah seorang seorang penanda tangan Manifes Kebudayaan, menyunting Prahara Budaya (1994).

Taufiq sudah bercita-cita jadi sastrawan sejak masih SMA di Pekalongan, Jawa Tengah. Kala itu, dia sudah mulai menulis sajak yang dimuat di majalah Mimbar Indonesia dan Kisah. Dia memang dibesarkan di lingkungan keluarga yang suka membaca, sehingga dia sejak kecil sudah suka membaca.

Kegemaran membacanya makin terpuaskan, ketika Taufiq menjadi penjaga perpustakaan Pelajar Islam Indonesia Pekalongan. Sambil menjaga perpustakaan, dia pun leluasa melahap karya Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, sampai William Saroyan dan Karl May. Dia tidak hanya membaca buku sastra tetapi juga sejarah, politik, dan agama.

Kesukaan membacanya, tanpa disadari membuatnya menjadi mudah dan suka menulis. Ketertarikannya pada sastra semakin tumbuh tatkala dia sekolah di SMA Whitefish Bay di Milwaukee, Wisconsin, AS. Dia mendapat kesempatan sekolah di situ, berkat beasiswa program pertukaran pelajar American Field Service International Scholarship. Di sana dia mengenal karya Robert Frost, Edgar Allan Poe, Walt Whitman. Dia sanga menyukai novel Hemingway The Old Man and The Sea.

Namun setelah lulus SMA, Taufiq menggumuli profesi lain untuk mengamankan urusan dapur, seraya dia terus mengasah kemampuannya di bidang sastra. Dia juga kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Indonesia di Bogor, lulus 1963. Semula dia berobsesi menjadi pengusaha peternakan untuk menafkahi karir kepenyairannya, namun dengan bekerja di PT Unilever Indonesia, dia bisa memenuhi kebutuhan itu.

Taufiq menikah dengan Esiyati tahun 1971. Mereka dikaruniai satu anak, yang diberinya nama: Abraham Ismail. Dia sangat bangga dengan dukungan isterinya dalam perjalanan karir. Esiyati sangat memahami profesi, cita-cita seorang sastrawan, emosi sastrawan, bagaimana impuls-impuls seorang sastrawan.

Taufiq bersama sejumlah sastrawan lain, berobsesi memasyarakatkan sastra ke sekolah-sekolah melalui program “Siswa Bertanya, Sastrawan Menjawab”. Kegiatan ini disponsori Yayasan Indonesia dan Ford Foundation.

Taufiq sudah menerbitkan sejumlah buku kumpulan puisi, di antaranya: Manifestasi (1963; bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya, et.al.); Benteng (1966; mengantarnya memperoleh Hadiah Seni 1970); Tirani (1966); Puisi-puisi Sepi (1971); Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971); Buku Tamu Museum Perjuangan (1972); Sajak Ladang Jagung (1973); Puisi-puisi Langit (1990); Tirani dan Benteng (1993); dan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999).

Dia pun sudah menerima penghargaan: - American Field Service International Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Amerika Serikat (1956-57); - Anugerah Seni Pemerintah RI pada 1970; dan - SEA Write Award (1997) ►e-ti/tsl (dari berbagai sumber, di antaranya pusat data dan analisa tempo)

==============================

Karya Taufiq

Takut 66, Takut 98
12 MEI 1998


Empat syuhada berangkat pada suatu
malam, gerimis air mata
tertahan di hari keesokan, telinga kami
lekapkan ke tanah kuburan
dan simaklah itu sedu sedan
Mereka anak muda pengembara tiada
sendiri, mengukir reformasi
karena jemu deformasi, dengarkan saban
hari langkah sahabat-
sahabatmu beribu menderu-deru,
Kartu mahasiswa telah disimpan dan tas kuliah turun dari bahu
Mestinya kalian jadi insinyur dan ekonom
abad duapuluh satu
Tapi malaikat telah mencatat indeks prestasi
kalian tertinggi di Trisakti bahkan di seluruh negeri, karena
kalian berani mengukir
alfabet pertama dari kata reformasi-damai
dengan darah
arteri sendiri,
Merah putih yang setengah tiang ini, merunduk
di bawah garang
matahari tak mampu mengibarkan diri
karena angin lama
bersembunyi,
Tapi peluru logam telah kami patahkan
dalam doa bersama, dan kalian
pahlawan bersih dari dendam, karena jalan
masih jauh
dan kita perlukan peta dari Tuhan

Republika,
16 Agustus 1998
Sajak-sajak Reformasi Indonesia
Taufik Ismail


TAKUT 66, TAKUT 98
Oleh :
Taufiq Ismail

Mahasiswa takut pada dosen
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada presiden
Presiden takut pada mahasiswa
(1998, Republika Online edisi : 07 Juni 1998 1999)

Sumber: dikutip dari berbagai sumber

Puisi Karya Azwar A.





Begitulah namamu mencanduku
Meresap di relung-relung sukma
Mengisi laju darah
Harum nafasmu mendemamiku
Membawa pada perjalanan bait syairku

Engkaulah pedang yang menyerang kemunafikan
Engkaulah mawar bersemi hiasi bumi
Bersamamu malaikat, iringi setiap langkah
Menghembuskan angin dingin
Bekukan detak jantungku



Untuk mendapatkan password kumpulan puisi karya Azwar A. ini silahkan kirim email ke alamat azwar26@yahoo.com, sebelumnya download naskahnya
Download Kumpulan Puisi Azwar A.

Syarat dan ketentuan berlaku.

Sastra Yang Memperbaiki Peradaban

Sastra, saat ini kita mengenal sebagai wadah ekspresi emosi seseorang, seperti puisi, pantun, gurindam dan lain sebagainya. Namun dunia sastra sangat terbatas lingkupnya, hanya kalangan tertentu dari seniman yang biasanya bergelut, sedangkan untuk dikonsumsi masyarakat awam masih langka, hanya dari sastra-sastra yang dibuat sebagai lirik sebuah lagu yang mungkin bisa diterima oleh masyarakat luas, itu pun masih sangat terbatas pemahaman mengenai makna yang terkandung dalam baris-baris tulisannya.

Dengan sedikit upaya dari blog ini semoga mampu memberikan wacana kepada masyarakat mengenai keindahan sastra dengan bertukar pikiran dan mencoba meciptakan karya sastra yang memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Syairku bukan khayalanku
Tapi muncul dari hati yang paling dalam
Syairku bukan bayang kelam
Tapi muncul jika aku bisu
Syairku memang tiada arti
Tapi aku menyanjungnya
Syairku memang tak puitis
Tapi aku tulus ungkapkannya
Syairku hanya untuk cahaya
Cahaya yang datang
Syairku datang karena cahaya
Cahaya yang selalu kurasakan
(Azwar Anas, 27 Januari 2005, "Syairku")